Transformasi Digital: Ijtihad Teknologi untuk Penguatan Fikih Zakat Kontemporer
27/11/2025 | Penulis: humas-baznas demak
Penguatan Zakat Fiqih Kontemporer
Oleh: Prof. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec., Ph.D
(Pimpinan BAZNAS RI Bidang Transformasi Digital)
Di tengah derasnya arus disrupsi digital, pengelolaan zakat dituntut untuk bergerak lebih adaptif dan responsif. Zakat tidak hanya perlu mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga harus mampu memanfaatkan inovasi digital sebagai kekuatan baru dalam menghadirkan manfaat bagi umat.
Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Transformasi Digital & Zakat Tech Mini Expo 2025 yang digelar BAZNAS RI pada 26–27 November 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, dengan tema “Pemanfaatan AI dan Penguatan Digital Fundraising”, menjadi momentum penting dalam perjalanan panjang digitalisasi zakat. Acara ini bukan sekadar pertemuan rutin, tetapi tonggak strategis untuk memperkuat pemahaman fikih zakat di tengah kompleksitas ekonomi digital masa kini.
Transformasi digital BAZNAS sendiri telah dibangun melalui komitmen jangka panjang. Pada tahun 2023, BAZNAS meraih Indonesia Digital Innovation Award untuk kategori Best Digital Innovation in Zakat Collection. Penghargaan tersebut menegaskan bahwa penerapan teknologi dalam pengelolaan zakat bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan yang harus terus dikembangkan.
Percepatan ini berlanjut melalui Rakernis Transformasi Digital Nasional dan Zakathon 2024 yang fokus pada pembangunan Kantor Digital BAZNAS. Upaya tersebut memperkuat digitalisasi dalam seluruh rantai pengelolaan zakat, mulai dari pendataan mustahik, penghimpunan dana, hingga penyaluran bantuan yang lebih tepat sasaran dan transparan. Fondasi ini menjadi landasan kuat menuju agenda transformasi yang lebih visioner pada 2025.
Tahun 2025 menjadi fase yang lebih progresif. Jika sebelumnya digitalisasi berfokus pada infrastruktur, kini BAZNAS mulai mengintegrasikan Artificial Intelligence (AI) dan big data dalam proses pengambilan keputusan. Teknologi bukan lagi sekadar pendukung teknis, melainkan elemen strategis dalam menentukan kebijakan yang cepat, akurat, dan berdampak besar. Hal ini sekaligus memunculkan tantangan: bagaimana fikih zakat klasik dapat ditafsirkan ulang untuk menjawab dinamika ekonomi digital yang serba cepat dan tanpa batas?
Di sini, pemikiran progresif almarhum Prof. KH. Ibrahim Hosen kembali relevan. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel di Kemenag.go.id (24 November 2025), beliau memberikan landasan metodologis yang fleksibel dalam memperluas cakupan harta wajib zakat. Dengan tetap merujuk pada nash serta memanfaatkan qiyas, beliau membagi harta zakat ke dalam empat kategori besar: logam berharga, tumbuhan yang bermanfaat, hewan ternak dan hasil laut, serta keuntungan usaha. Kategorisasi ini bukan daftar tertutup, tetapi kerangka yang dapat dikembangkan untuk mencakup aset-aset digital modern seperti token aset, NFT, royalti digital, pendapatan sharing economy, hingga keuntungan dari perdagangan algoritmik.
Pemikiran Ibrahim Hosen tentang zakat produktif semakin menemukan relevansinya di era digital. Dengan bantuan AI, potensi ekonomi mustahik dapat dianalisis secara presisi. Data dapat menentukan bentuk intervensi yang paling sesuai, mulai dari permodalan usaha, pelatihan keterampilan digital, hingga penguatan akses pasar. Pada titik ini, zakat tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumtif, tetapi menjadi lokomotif pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Perluasan makna sabilillah yang diperkenalkan Ibrahim Hosen juga membuka peluang besar bagi pemberdayaan di ranah digital. Dana zakat dapat mendukung pembangunan platform pendidikan digital, riset teknologi untuk kemaslahatan, infrastruktur digital pesantren dan madrasah, hingga menjadi modal bagi startup sosial yang memberdayakan masyarakat lemah. Zakat hadir bukan hanya sebagai bantuan, tetapi sebagai motor inovasi peradaban.
Rakernis 2025 dengan fokus AI dan digital fundraising menandai lompatan besar dalam pengelolaan zakat nasional. Indonesia tengah membangun sistem zakat yang modern secara teknologi sekaligus kuat secara filosofis. Sistem yang diharapkan mampu menghadirkan keadilan sosial di era ketika batas fisik dan digital semakin menyatu.
Pencapaian dari 2023 hingga agenda 2025 menunjukkan bahwa transformasi digital adalah keharusan strategis. Digitalisasi tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi memperluas jangkauan fikih zakat kontemporer agar mampu menjawab tantangan zaman secara visioner dan relevan.
Menutup refleksi ini, pesan abadi Prof. KH. Ibrahim Hosen kembali mengemuka: zakat harus menjadi instrumen perubahan sosial yang nyata, bukan sekadar ritual formal. Dengan semangat ijtihad yang sama, transformasi digital harus dijadikan sarana menghidupkan kembali energi pembaruan fikih zakat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umat secara inklusif.

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
